Budaya Melayu bukan sekadar pakaian di badan atau petatah dalam lisan. Ia adalah jiwa yang hidup dalam budi pekerti, maruah dalam perilaku, dan halus dalam tutur yang membina, bukan meruntuh. Marwah Melayu itu tinggi bukan kerana gah bicara, tetapi kerana lembut bahasanya menjunjung hikmah, dan tenang geraknya menatang nilai.
Buku ini tidak ditulis untuk mendabik dada, tetapi untuk mengajak kembali menoleh: Siapakah kita tanpa budaya? Di mana letaknya marwah jika akar tak lagi dikenang? Pada aksara ini, hamba titipkan suara hati tentang warisan yang makin hilang, nilai yang makin kabur, dan tanggungjawab kita sebagai anak watan untuk menjaga pusaka
bangsa.
Mukadimah Penulis: Suara dari Jiwa Melayu
Berlayar rakit ke Tanjung Jati,
Membelah ombak tenang berderu.
Salam takzim pembuka hati,
Karya ditulis dari kalbu yang syahdu.
Dengan penuh rasa syukur ke hadrat Ilahi, hamba menyusun warkah kecil ini—sebuah titipan rasa yang lahir dari rahim budaya, dan tumbuh dalam naungan marwah bangsa. Dalam dunia yang kian galak menanggalkan akar, hamba memilih untuk kembali ke pangkal jalan, memetik hikmah dari tamadun Melayu yang luhur dan beradab.
___________________________________________________
Budaya Melayu bukan sekadar pakaian di badan atau petatah dalam lisan. Ia adalah jiwa yang hidup dalam budi pekerti, maruah dalam perilaku, dan halus dalam tutur yang membina, bukan meruntuh. Marwah Melayu itu tinggi bukan kerana gah bicara, tetapi kerana lembut bahasanya menjunjung hikmah, dan tenang geraknya menatang nilai.
Buku ini tidak ditulis untuk mendabik dada, tetapi untuk mengajak kembali menoleh: Siapakah kita tanpa budaya? Di mana letaknya marwah jika akar tak lagi dikenang? Pada aksara ini, hamba titipkan suara hati tentang warisan yang makin hilang, nilai yang makin kabur, dan tanggungjawab kita sebagai anak watan untuk menjaga pusaka bangsa.
_____________________________________
Sekiranya helaian ini menyentuh hati, maka itu kerana roh Melayu masih bernafas. Dan jika tidak, biarlah ia menjadi saksi bahawa pernah ada seorang insan kecil bernama Samsul Hilal, yang cuba menulis dengan jujur dan kasih kepada budayanya sendiri.
Akhir kalam, seperti titah yang luhur dari istana nurani:
"Yang benar tidak pernah gentar, yang indah tidak akan punah, selama ia berpijak pada budi, dan bernaung di bawah marwah."
Dengan penuh hormat dan kasih pada warisan,
Samsul Hilal
Sepatah Kata
Dato’ Sri drg. Ridhonaldi, MKM
Pembina Fisabilillah Institute
“Sesungguhnya umat yang besar bukan dinilai dari jumlahnya,
tetapi dari jiwanya yang teguh, budinya yang luhur,
dan marwahnya yang tidak tergadai.”
Pada saat dunia berlari tanpa arah, budaya kita ditinggalkan perlahan. Di tengah pekik kemajuan dan jerat kemodenan, banyak yang lupa bahawa akar tidak boleh dikhianati, dan warisan bukan sekadar kisah lama, tetapi tonggak yang menentukan arah.
Buku ini hadir bukan sekadar untuk dibaca, tetapi untuk membangkitkan kesedaran, menggugah hati yang lena, dan menyuluh jalan bagi mereka yang ingin kembali menapak di bumi warisan dengan penuh keyakinan dan harga diri. Dalam setiap helaian tersimpan semangat membina bangsa melalui budi, bukan caci; melalui ilmu, bukan prasangka.
________________________________________
Budaya Melayu yang bermarwah bukanlah peninggalan lapuk, tetapi pelita jiwa bangsa. Ia mengajarkan kita bagaimana bersikap dalam hormat, berkata dalam hikmah, dan berdiri dalam harga diri. Dan inilah yang ingin disampaikan penulis—Samsul Hilal—dengan kejujuran dan cinta pada bangsanya.
Sebagai Pembina Fisabilillah Institute, saya memandang karya ini sebagai sebuah seruan halus, tapi tegas—bahawa peradaban hanya dapat dijulang jika marwah dijaga, jika budaya dipeluk, dan jika akal disinari cahaya iman dan ilmu.
____________________________________
Semoga buku ini menjadi nafiri kecil yang membangunkan hati-hati yang rindu akan keagungan jati diri bangsa. Dan semoga dari naskhah ini tumbuh benih-benih baru yang akan menanam semula nilai, menumbuhkan harapan, dan menuai marwah dalam generasi akan datang.
Bersama kita bangun semula kekuatan bangsa,
dengan pena, dengan akal, dan dengan jiwa.
DAFTAR ISI
-
Mukadimah Penulis: Suara dari Jiwa Melayu
-
Sepatah Kata Pembina Fisabilillah Institute
-
Warisan Budi, Akar Jati
-
Melayu dan Marwah: Antara Nilai dan Nama
-
Bahasa Jiwa Bangsa: Indahnya Tutur, Tingginya Pekerti
-
Adab: Tiang Seri Peradaban Melayu
-
Maruah dalam Sejarah: Hikmah di Balik Hikayat
-
Santun Itu Kekuatan, Lemah Lembut Itu Kuasa
-
Budaya Bukan Sekadar Warna dan Wau
-
Menjaga Akar, Menjulang Langit
-
Ruang Rindu untuk Budaya yang Hilang
-
Melayu Moden: Di Persimpangan Jati dan Jargon
-
Antara Global dan Tempatan: Di Mana Kita Berdiri?
-
Budi Bicara, Citra Bangsa
-
Pemuda dan Marwah: Pewaris atau Penafsir?
-
Membina Kembali Takhta Nilai dalam Diri
-
Budaya sebagai Benteng Akhir Umat
-
Melayu Bukan Lemah, Hanya Lupa
-
Seruan untuk Kembali: Membangkitkan Jiwa Bangsa
-
Penutup: Dari Pena ke Perjuangan
-
Falsafah Bangsa: Mencari Arah di Lautan Waktu
-
Islam dan Melayu: Simbiosis Peradaban yang Tak Terpisah
-
Dari Keris ke Kertas: Evolusi Kuasa dan Pena Melayu
-
Kearifan Tempatan: Antara Tradisi dan Transformasi
-
Membingkai Masa Depan dengan Cermin Marwah
SINOPSIS
Dalam arus deras dunia yang kian terlepas dari akarnya, buku ini hadir sebagai suluh kecil—menyala dalam sunyi, menyapa jiwa yang rindu akan marwah dan makna. "Budaya Melayu Bermarwah" bukan sekadar kumpulan tulisan, tetapi helaian rasa dan seruan nurani untuk kembali memeluk jati diri yang hampir hilang ditelan zaman.
Melalui bahasa yang halus namun tegas, penulis Samsul Hilal mengajak pembaca merenung: Siapa kita tanpa budi? Ke mana arah bangsa tanpa akar budaya? Dalam 20 bab yang ditulis dengan kasih dan keinsafan, buku ini menelusuri nilai luhur Melayu—dari adab, bahasa, warisan, hingga persoalan identiti dalam dunia moden—seraya menyulam semula harapan agar generasi hari ini tidak menjadi pewaris tanpa waris.
Diperkuat dengan sepatah kata yang menggugah dari Dato’ Sri drg. Ridhonaldi, MKM, buku ini mengangkat kembali martabat budaya sebagai tiang seri bangsa. Ia bukan nostalgia semata, melainkan pernyataan cinta dan tanggungjawab terhadap sebuah warisan yang tidak boleh tergadai.
Buku ini ditulis bukan hanya untuk dibaca, tetapi untuk direnung—dan semoga akhirnya, dijadikan dasar dalam membina kembali bangsa yang tahu malu, tahu budi, dan tahu marwah.
SEGERA TERBIT
0 Comments